Thursday, August 20, 2015

Tontonlah sebuah film hingga selesai, hingga "credit title" usai..........

Kalimat judul posting ini adalah sebuah petuah yang saya dapatkan ketika bergabung selama beberapa bulan saja dengan UKM sinematografi kampus. Iya, saya pernah bergabung, bahkan sempat membuat sebuah film sebagai "syarat" keanggotaannya. Belum sampai peresmian menjadi anggota, saya sudah kabur. Saya baru sadar di tengah jalan bahwa saya enggan berpartisipasi dalam organisasi apapun di kampus saya. Padahal, justru masa-masa menjadi mahasiswa adalah masa-masa di mana orang-orang berlomba-lomba untuk mencicipi serunya bergaul dalam organisasi: pikiran sudah cukup "matang", tetapi idealisme masih tetap kuat dipegang. Mahasiswa, katanya begitu. Singkat kata, sejak tingkat satu saya enggan ikut UKM apapun. Alhasil, hingga tahun terakhir ini, saya adalah mahasiswa kupu-kupu. Amat jarang merasakan jadi kura-kura :D

Kembali lagi ke masalah kalimat judul postingan ini. Lalu, apa pentingnya menonton film hingga credit title usai dan kegelapan menyelimuti layar? Saya sih biasanya melihat credit title hanya untuk mencari tahu siapa pemeran tokoh X di film tersebut, misalnya, karena aktingnya bagus atau wajahnya ganteng, dan sebagainya. Atau saya hanya ingin tahu lagu-lagu apa saja yang menjadi soundtrack di film itu. Seringkali, alasan saya tetap tinggal di dalam studio bioskop hingga akhir bukanlah untuk melihat credit title melainkan mendengar lagu penutupnya sampai selesai. Saya yakin kebanyakan penonton film di bioskop juga sama seperti saya: tepat setelah film habis langsung keluar dari studio, atau setidaknya menunggu hingga antrian penonton yang keluar studio berkurang.

Apa pentingnya menonton film hingga credit title usai? Bukankah film-film layar lebar yang diputar di televisi toh seringkali dipotong atau dipercepat bagian credit title-nya? Ya, bahkan untuk melihat nama-nama pemerannya saja tidak bisa karena durasi yang sudah lewat batas.

Setelah petuah itu saya dapatkan di suatu sore saat kumpul rutin UKM dan saya pun merasakan sendiri betapa riweuhnya proses membuat film PENDEK (pendek aja udah riweuh, duh), saya baru sadar pentingnya mengapresiasi seluruh kru yang terlibat dalam proses pembuatan suatu film melalui menonton karya mereka hingga akhir. Saya pernah merasakan sendiri besarnya kebahagiaan saya ketika melihat nama saya berada dalam credit title film tersebut, meskipun saya bukanlah sutradara, produser, atau pemegang tugas-tugas mahabesar lainnya. Meskipun saya hanyalah pengatur pencahayaan. Meskipun saya hanyalah asisten camera person. Meskipun saya hanyalah <insert an unimportant job here>. "Akhirnya.........."

***

Bertahun-tahun setelah saya memaknai petuah tetua UKM sinematografi tersebut, saya baru sadar bahwa kalimat tersebut juga berlaku untuk buku. Coba saya tanya: seberapa sering Anda membaca halaman identitas buku yang berada di bagian-bagian depan sebuah buku? Iya, di halaman tersebut tidak hanya tercantum judul dan nama pengarang, tetapi juga nama penerjemah (jika buku terjemahan), editor, proofreader, desainer sampul, dan lain-lain. Seberapa sering Anda membaca atau setidaknya memperhatikan nama-nama yang tertera di halaman tersebut?

Sadarkah Anda bahwa buku masterpiece yang Anda baca itu melalui proses yang amat panjang sebelum sampai ke tangan Anda? Dan proses tersebut berlangsung karena adanya kerja keras dari banyak tangan; tidak langsung dari tangan penulis ke tangan Anda?

Saya termasuk orang yang apatis itu. Saya hanya ingat judul buku, pengarang, lalu penerbit. Ya, ingat bahwa buku X diterbitkan oleh penerbit Y saja rasanya sudah syukur alhamdulillah. Suatu waktu saya malah pernah menanyakan kelanjutan suatu buku yang diterbitkan oleh penerbit Y ke akun Twitter penerbit Z saking 'ignorant' nya saya..... Bagi orang-orang yang tidak ikut merasakan berkeringat deras dalam proses produksi sebuah buku, hal tersebut mungkin sepele. Tapi...ah, masa sih Anda se-ignorant saya?

Kejadian salah penerbit itu seharusnya membuat saya malu dan jadi lebih perhatian pada halaman identitas buku. Nyatanya, hati saya baru tergerak untuk lebih perhatian pada halaman tersebut setelah saya melihat nama orang yang saya kenal baik tercantum dalam halaman tersebut. Bukan sebagai penulisnya, toh nama penulis selalu tercantum di sampul, melainkan sebagai penerjemah. Rasa bangganya pada "karyanya" membuat saya terharu dan jadi bersimpati kepada orang-orang lain yang juga merasa bangga karena hal yang sama namun saya tidak mengenalnya :"D

Kejadian lain yang menggerakkan hati saya untuk lebih mengapresiasi lembar identitas buku justru datang dari pengalaman tidak mengenakkan. Saya membaca sebuah buku terjemahan yang sangat...sangat...menguras emosi saking tidak bagusnya. Padahal buku tersebut adalah best-seller di negara asalnya dan populer di dunia maya. Sejak saat itu, saya seperti memasang sensor peringatan pada diri saya: setiap kali melihat buku terjemahan terbitan penerbit tersebut, saya akan berpikir dua-tiga kali untuk membelinya.

Setelah kesadaran itu timbul, saya justru malu sendiri, karena seringkali saya berpuas hati akan aspek "perintilan" suatu buku (covernya bagus, terjemahannya tepat, suntingannya tanpa cela) tanpa mengetahui siapa orang dibalik kesempurnaan itu. Iya, malu banget, dulu baca Harry Potter terjemahan dari 1-7 tanpa mengenal siapa penerjemahnya. Malunya baru kerasa sekarang. Duh, Yu. Padahal membaca buku bukan kegiatan yang jarang saya lakukan. Tapi ketidakacuhan saya ini memang parah--memalukan.

Mana apresiasimu pada orang-orang yang menghadirkan mahakarya kesukaanmu, Yu?

***

Ketika Anda secara tidak sengaja tersasar ke blog ini dan membaca posting yang super panjang ini, sudikah Anda untuk menonton film hingga kegelapan menyelimuti layar? Sudikah Anda lebih peduli pada lembar identitas buku yang Anda baca? :)

NB.: Cara yang paling baik dalam mengapresiasi karya film atau buku adalah dengan tidak mengonsumsi produk bajakan. Jadi...beli yang asli, kalau memang tertarik. Kalau tidak yakin tertarik atau tidak.....cari pinjaman jauh lebih baik daripada unduh ilegal. Hihi.

1 comment:

  1. It is perfect time to make some plans for the future and it is time to be happy. I've read this post and if I could I desire to suggest you some interesting things or suggestions. Perhaps you could write next articles referring to this article. I want to read more things about it! neko atsume tips and tricks

    ReplyDelete