Aku
menatap kedua matanya lekat-lekat dengan tatapan penuh kebencian. Lalu kusapukan
pandanganku ke seluruh tubuhnya, tangannya yang di gips seolah-olah sedang
menantangku berduel sedangkan kaki palsunya turut serta menertawai wajahku yang
seperti harimau mengaum. Jari-jemari tanganku terkepal begitu kuat, ingin
sekali aku meninju wajahnya.
Kemudian
ia bergerak tertatih-tatih ingin menjauh dariku. Mungkin ia sadar betapa besar
kebencianku padanya. Ia mulai menampakkan wajah ketakutan, membuat tanganku
semakin gatal ingin menampar pipinya. Ia menjauh, tak mungkin bagiku
menyentuhnya lagi. Kugenggam batu sekepalan tangan, tekadku untuk melukainya
semakin kuat. Emosiku sudah sampai keubun-ubun...
“PRAAAANG!”
Suara
cermin pecah tiba-tiba. Batu telah kulemparkan. Wujudnya kini tak terlihat
lagi. Ia telah hancur berkeping-keping. Dan seketika aku tersadar.
Aku
membunuh bayanganku sendiri.
No comments:
Post a Comment