"Aku juga lapar, mak," ujarku pelan.
"Ya..ya..nanti mamak cari makanan untuk kalian, ya." Mamak mengelus perut gemuknya seraya bergerak malas-malasan.
"Aku yakin mamak tidak akan mencari makan lagi untuk kita hari ini. Kita akan kelaparan lagi."
"Ssshh...nanti mamak dengar. Iya, nanti kakak yang cari makanan buat kita bertiga ya."
Mamak terlihat menajamkan pendengaran. "Mamak bisa dengar ucapanmu, ya. Kamu anak tidak tahu terima kasih, ya. Tidak sopan berbicara seperti itu tentang orang tua!" hardik mamak. Ia terlihat sebal.
Tak berapa lama mamak bangkit dari tempat tidurnya. Mungkin ia akhirnya akan mencari makan untuk kami.
***
Siang itu, aku sedang bermain dengan si Bungsu. Kami berkejaran, dengan bercanda saling mencakar, tertawa-tawa. Tak lama, kakakku datang. Bersamanya, ia membawa makanan. Sisa-sisa dari kantin. Aku dan si bungsu bersorak, menyerbunya.
"Kakak kira kalian kelaparan, tetapi kalian masih saja asyik berkejaran," goda kakak sambil tersenyum melihat tingkah kami.
Ah kakak, kalau saja tidak ada kakak, mungkin kami sudah mati kelaparan.
"Mamak kenapa belum kembali, kak?" tanya si Bungsu.
"Mungkin masih mencari makan."
"Hey kalian! Makan sampah lagi? Ya ampun, tadi ibu kalian berebut ikan segar denganku. Ia yang mendapatkannya. Mungkin sebentar lagi ia pulang. Jangan kalian makan sampah itu, bersabarlah!" tetangga kami yang sudah tua berseru dari seberang jalan. Ia terkekeh pelan.
"Asyik, mamak akan bawa makanan!" Si Bungsu meninggalkan makanan yang dibawa kakakku.
"Kamu yakin tidak ingin makan ini? Jatahmu buatku saja ya,"
"Ya, untukmu saja, aku akan makan makanan yang bergizi. Aku tidak mau tubuhku sakit-sakitan terus seperti ini."
Adikku terdengar begitu angkuh, tetapi kakakku hanya tersenyum sambil menggosok hidungnya. Kami pun melanjutkan makan 'sampah' itu. Selesai makan, aku beranjak meninggalkan saudara-saudaraku. "Aku ingin jalan-jalan sebentar ya."
***
Langkah kaki membawaku ke selasar gedung. Tidak biasanya tempat itu sepi. Biasanya aku harus pontang-panting menghindari injakan kaki-kaki manusia.
"Enak banget nih kucing tidur di tengah jalan. Tanpa beban banget hidupnya. Mau deh gue jadi kucing," terdengar suara geli wanita muda.
Ia tertawa sendiri. Gila, pikirku.
Aku berjalan ke arahnya yang berdiri membelakangiku.
Ia tertawa sendiri. Gila, pikirku.
Aku berjalan ke arahnya yang berdiri membelakangiku.
"Foto dulu ah, upload ke Path."
Dari balik kedua kakinya yang panjang, kulihat sosok yang amat kukenali.
Itu mamakku.
Tertidur di tengah jalan di selasar gedung itu. Potongan tulang ikan berserakan di sekelilingnya. Ikan yang disebut tetanggaku tadi; ludes.
Itu mamakku.... |
Si Bungsu pasti akan amat kecewa.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete